ARTIKEL ZAMRUD HIJAU |
- 4 Cara Berjilbab yang Malah Bikin Tidak Baik dan Cenderung Dosa
- Uniknya Pohon Penyimpanan Buku Di Tengah Kota
- Sebenarnya Ada 3 Proklamasi dalam Sejarah
4 Cara Berjilbab yang Malah Bikin Tidak Baik dan Cenderung Dosa Posted: 19 Aug 2012 03:42 AM PDT ARTIKEL ZAMRUD HIJAU | Baru-baru ini jilbab telah menjadi trend masyarakat indonesia khususnya kaum hawa. Dari mereka ada yang rela mengeluarkan isi dompet untuk memperdalam ilmu mempercantik diri dengan jilbab. Namun, apakah mereka tahu aturan-aturan berjilbab yang sesungguhnya? Karena, tidak semua pemakai jilbab telah benar-benar menutup aurot sehingga terhindar dari dosa. Ada beberapa gaya berjilbab yang justru menambah koleksi dosa bagi pemakai jilbab tersebut. 1. Jilbab dengan bahan tipis bahkan transparan ![]() Memakai jilbab dengan bahan yang tipis memang terlihat modis. Dan bahan ini sangat cocok bagi para muslimah yang berada di daerah yang panas. Sehingga rasa panas tidak begitu membunuh mereka. Namun, jilbab dengan bahan inilah yang justru membuat dosa. Rosulullah SAW menyebut hal seperti ini dengan sebutan "berpakaian tapi telanjang". 2. Jilbab ketat ![]() Muslimah diwajibkan memakai jilbab bertujuan agar menutupi kulit serta lekuk tubuh yang menggoda para kaum adam. Namun, baru-baru ini para muslimah seakan-akan mengacuhkan ketentuan berjilbab tersebut. Mereka memang berjilbab sesuai perintah, tetapi lekuk-lekuk tubuh mereka masih saja terlihat. Bahkan sebagian dari muslimah tersebut berjilbab hanya untuk menonjolkan lekuk tubuh mereka. Hal seperti inilah yang menambah isi dompet dosa mereka. 3. Jilbab yang mirip pakaian lelaki ![]() Celana jeans dan kaos lengan panjang adalah identik pakaian laki-laki. Pakaian-pakaian tersebut tidak jarang juga dipakai oleh para muslimah. Walaupun mereka memakai kerudung, namun kerudungnya tidak menjuntai hingga dada. Terlebih lagi dipadu dengan kaos lengan panjang serta celana jeans. Seperti seorang laki-laki yang memakai kerudung. Gaya seperti ini tidak boleh dirpaktekkan oleh para muslimah. Karena gaya seperti ini adalah dosa bagi para muslimah. Seperti yang tertera dalam Al-Qur'an surat An Nuur ayat 31. 4. Jilbab yang menyerupai wanita kafir ![]() Jaman memang sudah berkembang, begitu juga dengan model-model berbusana. Namun, peraturan tidak lah berubah sedikitpun. Begitu halnya peraturan berlilbab. Para muslimah hendaknya benar-benar mengetahui bagaimana tata cara berjilbab yang benar. Karena, hal yang paling membuat dosa adalah salah pengertian tentang berjilbab. Sebagai contoh apabila mereka berjilbab tetapi membuat seperti wanita kafir. Seperti berkerudung namun pahanya masih jelas terlihat, berjilbab namun dada tetap dipamerkan. Dengan demikian, berjilbab justru membuat mereka semakin berdosa saja. Jadi, pelajarilah peraturan-peraturannya terlebih dahulu sebelum bertindak. sumber |
Uniknya Pohon Penyimpanan Buku Di Tengah Kota Posted: 19 Aug 2012 03:19 AM PDT ARTIKEL ZAMRUD HIJAU | Sebuah hutan yang terdiri dari pohon-pohon penyimpanan buku terdalatan di Prenzlauer Berg di Berlin! Progam yang disebut sebagia Forest Books oleh BauFachFrau adalah bagian dari Klub BookCrossing yang menyediakan buku gratis untuk publik di seluruh dunia. Warga sekitar sana diperbolehkan untuk meninggalkan buku yang mereka sukai, atau mengambil satu dari koleksi buku yang tersimpan di batang pohon. ![]() Kios pertukaran buku diatur di tengah-tengah blok pohon pohon di Prenzlauer Berg, di depan sebuah kafe. Sepanjang hari, warga disana bagi muda dan tua sibuk menggunakan Bucherwald, membawa buku-buku lama dan menukarnya dengan yang baru. Kios itu sendiri terbuat dari pohon-pohon tumbang dipotong pada ketinggian yang bervariasi dan berjajar bersama-sama agar terlihat seperti pepohonan di hutan, dan membuat rak berbentuk kotak persegi yang di ukir di dalam pohon-pohon tersebut. Pengunjung dapat membuka penutup rak untuk melihat buku-buku yang terdapat disana, atau menambahkan sendiri. ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() sumber |
Sebenarnya Ada 3 Proklamasi dalam Sejarah Posted: 19 Aug 2012 03:05 AM PDT ARTIKEL ZAMRUD HIJAU | ![]() Proklamasi 17 Agustus 1945 Pagi itu di jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, sudah dipenuhi dengan orang-orang yang berharap peristiwa besar akan terjadi. Jumat, 17 Agustus 1945, halaman rumah di jalan Pegangsaan Timur no.56 menjadi tempat berkumpulnya para pemuda. Sebuah tiang menjadi tatapan dan mereka berharap mimpinya akan berkibar di ujung tiang itu. Seseorang memasuki halaman, lalu menuju ke dalam rumah. Sejenak ia mendapatkan keheningan, waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lalu ia memasuki sebuah kamar dan mendapatinya sedang tertidur pulas. Pelan-pelan ia mengusap kaki seseorang yang terlihat lelah. Lelaki itu baru pulang pagi tadi dari Rengasdengklok. Lelaki itu terbangun dan memandangnya. Senyumnya begitu lemah, terucap kata, "pating greges." Tamu yang disapanya memberikan obat, setelah memeriksa ada panas di tubuh lelaki yang dibangunkannya. Dialah seorang dokter bernama dr. R. Soeharto, dan lelaki yang mengatakan dirinya tak enak badan itu adalah Soekarno. Lalu atas persetujuan Soekarno, sang dokter memberinya sebuah suntikan chinine-urethan intramusculair. Lalu Soekarno melanjutkan tidurnya sejenak. Pukul 9.30 pagi, Soekarno terbangun, tubuhnya terlihat lebih sehat. Ketika berjumpa dengan sang dokter, ia meminta agar Hatta segera dipanggil untuk datang. Dengan berpakaian rapi, mengenakan pakaian serba putih (celana lena putih dan kemeja putih) dengan potongan yang saat itu popular disebut sebagai "kemeja pimpinan" dengan bersaku empat, Soekarno menyambut Hatta dan segera menuju halaman depan rumahnya. Sebuah teks Proklamasi dibacakan. Inilah sebuah pernyataan kemerdekaan yang sebelumnya di dalam pidatonya Soekarno ada mengatakan "…sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan tanah air di tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib di tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya…" Puncak perjuangan yang pada akhirnya harus keluar dari mulut Soekarno, sebuah bukti sejarah bahwa ia memang layak mengambil posisi untuk menyatakan itu. Karena sebelum Proklamasi ini terjadi, sebelumnya juga sudah dibacakan dua proklamasi yaitu Proklamasi Gorontalo 23 Januari 1942 dan Proklamasi Cirebon 15 Agustus 1945. Namun kedua Proklamasi ini tidak diakui sebagai buah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia dalam arti sebagai hari peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia. Proklamasi Gorontalo 23 Januari 1942 Kekalahan Belanda oleh Jepang, pada Perang di Laut Jawa, membuatnya menjadi gelap mata. Gorontalo dibumi hanguskan yang dimulai pada tanggal 28 Desember 1941. Adalah seorang pemuda bernama Nani Wartabone (saat itu berumur 35 tahun) memimpin perjuangan rakyat Gorontalo dengan menangkapi para pejabat Belanda yang masih ada di Gorontalo. Bergerak dari kampung-kampung di pinggiran kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, mereka bergerak mengepung kota Gorontalo. Hingga akhirnya Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah takluk pada pukul 5 subuh. Dengan sebuah keyakinan yang tinggi, pada pukul 10 pagi Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah Putih di halaman Kantor Pos Gorontalo. Dan dihadapan massa yang berkumpul, ia berkata : "Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban." Selanjutnya Nani Wartabone mengumpulkan rakyat dalam sebuah rapat akbar (layaknya peristiwa lapangan Ikada) di Tanah Lapang Besar Gorontalo untuk menegaskan kembali kemerdekaan yang sudah diproklamasikan. Namun sayangnya ketika Jepang mendarat di Gorontalo, 26 Februari 1942, Jepang melarang pengibaran bendera Merah Putih dan memaksa rakyat Gorontalo untuk takluk tanpas syarat kepada Jepang. Kisah Nani Wartabone terlalu panjang untuk diungkapan, walau ia di masa Jepang mengalami patah semangat ketika Jepang tak mau diajak berkompromi hingga akhirnya ia kembali ke kampung halamannya di Suwawa dan hidup sebagai petani. Saat kekalahan Jepang oleh Sekutu, Jepang bersikap lain. Sang Saka Merah Putih diijinkan berkibar di Gorontalo dan Jepang menyerahkan pemerintahan Gorontalo kepada Nani Wartabone pada tanggal 16 Agustus 1945. Sementara rakyat Gorontalo baru mengetahui telah terjadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1945. Nani Wartabone memimpin Gorontalo untuk masa-masa kelam berikutnya, menghadapi pasukan Belanda yang membonceng Sekutu. Dalam sebuah perundingan di sebuah kapal perang sekutu pada tanggal 30 November 1945, Belanda menangkap dan menawannya. Ia dibawa ke Manado dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas tuduhan makar pada tanggal 23 Januari 1942 yaitu Proklamasi yang dibacakannya. Namun di waktu yang berjalan, kekalahan sekutu mengubah nasibnya kelak. Ia kembali ke Gorontalo pada tanggal 2 Februari 1950. Nani Wartabone pada tanggal 6 April 1950 menolak RIS dan memilih bergabung dengan NKRI. Untuk beberapa waktu ia dipercaya sebagai kepala pemerintahan di Gorontalo, hingga Penjabat Kepala Daerah Sulawesi Utara, dan anggota DPRD Sulawesi Utara. Selanjutnya ia memilih untuk kembali tinggal dan bertani di desanya di Suwawa. Tapi itu juga tak berlangsung lama. Letkol Ventje Sumual dan kawan-kawannya memproklamasikan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado pada bulan Maret 1957. Ia terpanggil kembali untuk melawan. Namun perlawanan tak seimbang, karena pasukan Nani Wartabone kekurangan persenjataan, hingga mereka memilih untuk bergerilya di dalam hutan, sekedar menghindar dari sergapan tentara PRRI/PERMESTA. Pada bulan Ramadhan 1958 datanglah bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa. Bersama pasukan-pasukan dari pusat inilah mereka berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo dari tangan PRRI/PERMESTA pada pertengahan Juni 1958. Proklamasi Cirebon 16 Agustus 1945 Kekalahan Jepang tinggal menghitung hari saja, setelah dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Namun karena Jakarta tidak termasuk jalur perang Jepang dengan Sekutu, maka yang terlihat kekuatan bala tentara Jepang masih utuh. Suasana Jakarta tetap mencekam bagi para kelompok pergerakan. Ada 4 kelompok illegal menurut Maroeto Nitimihardjo yang tampak saat itu, yaitu kelompok Soekarni, Kelompok Sjahrir, Kelompok Mahasiswa dan Kelompk Kaigun. Kelompok-kelompok itu mendengar Sjahrir meminta Soekarno dan Hatta untuk mempercepat pernyataan Proklamasi sekembalinya Soekarno dan Hatta dari perundingan di Dalat, Saigon dengan Marsekal Terauchi, wakil kaisar Jepang. Namun Soekarno masih menunggu kepastian dari Laksmana Maeda tentang hal kekalahan Jepang tersebut Hal ini membuat kelompok-kelompok illegal itu marah dikarenakan mereka melihat keraguan Sjahrir selama ini untuk menjalankan kesepakatan bahwa Sjahrirlah yang harus siap memimpin kemerdekaan dikarenakan ia bersih dari pengaruh Jepang. Hingga membuat kelompok-kelompok illegal ini, tidak termasuk Sjahrir bergerak cepat. Terjadi beberapa pertemuan antara lain di Jalan Cikini Raya 71, di Lembaga Ecykman dan di Laboratorium Mikrobiologi (di samping pasar Cikini). Wikana dan dr. Darwis ditugaskan untuk mendesak langsung Soekarno-Hatta (tanpa perantara Sjahrir) untuk memproklamirkan kemerdekaan yang berujung dengan "penculikan" atau membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Gerak cepat yang tak ragu-ragu ini akhirnya melahirkan sebuah peristiwa di pagi hari di tanggal 17 Agutus 1945 sebagai hari kemerdekaan. Di waktu yang berjalan cepat dalam ketidak pastian peristiwa, seorang bernama dr.Soedarsono (ayah dari Juwono Soedarsono) datang bertemu Maroeto Nitimihardjo (seperti pengakuannnya di buku berjudul "Ayahku Maroeto Nitimihardjo Mengungkap Rahasia Gerakan Kemerdekaan" karangan Hadidjojo, anak Maroeto) di sebuah 'pengungsian' bagi istri dan anaknya yaitu di desa Perapatan, sebelah barat Palimanan, 30 km jauhnya dari Cirebon tempat dr.Soedarsono berasal. Dr.Soedarsono meminta teks Proklamasi yang dibuat Sjahrir yang katanya dititipkan pada Maroeto. Namun Maroeto menyatakan tidak ada. Hingga dr.Soedarsono menjadi berang dan berkata, "Saya sudah bersepeda 60 kilometer hanya untuk mendengar, Sjahrir tidak berbuat apa-apa. Katakan kepada Sjahrir, saya akan membuat proklamasi di Cirebon." Dan akhirnya terkabarlah bahwa Proklamasi itu dibuat dan dibacakan oleh dr.Soedarsono pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 di alun-alun Cirebon yang dihadiri sekitar 150 orang. Sehari sebelum Soekarno membacakan Proklamasi di penggangsaan Timur 56 Jakarta. Namun kisah yang dipaparkan Maroeto berbeda dengan kisah yang diungkap oleh Des Alwi, anak angkat Sjahrir. Menurutnya, teks proklamasi yang dibacakan Soedarsono adalah hasil karya Sjahrir dan aktivis gerakan bawah tanah lainnya yang melibatkan Soekarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis. Penyusunan teks dilakukan di Asrama Prapatan Nomor 10, Jakarta, pada 13 Agustus 1945. Ada sebaris teks proklamasi yang diingat oleh Des Alwi yaitu : "Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia karena kami tak mau dijajah dengan siapa pun juga. sumber |
You are subscribed to email updates from Artikel Zamrud Hijau To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar